Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un -Telah Wafat KH Sahal Mahfuzh Kajen Pati Jawa Tengah (Rois 'Aam PBNU dan Ketua Umum MUI- lahul fatihah

Sabtu, 27 Desember 2008

UNDANG – UNDANG DASAR SYARI’AH

Penegakkan syari’ah diwarnai oleh dua kelompok kaum muslimin. Kelompok pertama memandang bahwa ditegakkannya syari’ah adalah saat Al-Quran dan As-Sunnah menjadi konstitusi. Kelompok kedua memandang bahwa ditegakkannya syari’ah adalah ketika syari’ah dilaksanakan walau tanpa konstitusi.

Kedua kelompok ini terus berada di wilayah yang berbeda. Yang satu memandang yang lain sebagai musuh. Pada tahap yang gawat adalah yang satu memandang yang lain sesat. Terjadilah kafir mengkafirkan terhadap sesama pemeluk Islam, bukan karena syahadatnya, tapi karena berbedanya pandangan politik.

Apabila kemudian mengkaji pemahaman konstitusi, ditemukan bahwa konstitusi terbagi menjadi dua jenis. Pertama konstitusi yang tertulis. Kedua konstitusi tidak tertulis.

Konstitusi tertulis adalah suatu naskah yang secara formal dikatakan sebagai konstitusi atau undang-undang dasar. Pada konstitusi tertulis biasanya tercantum organisasi negara, hak azasi manusia, prosedur perundang-undangan. Adakalanya ditambah dengan larangan melakukan perubahan terhadap satu sifat atau ketentuan tertentu dalam bernegara.

Organisasi negara adalah pembagian kekuasaan antar lembaga negara. Organisasi negara pertama kali akan berhubungan dengan bentuk Negara, apakah republik, kerajaan, presidensil atau parlementer, konferderasi, kesatuan atau federal. Dari bentuk Negara itu berkembang pembagian kekuasan, baik secara vertical antara pemerintah pusat dan daerah maupun secara horizontal antar beberapa lembaga Negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif).

Hak azasi manusia adalah hak-hak setiap warga negara yang keberadaannya dijamin oleh konstitusi. Hak ini, dapat berupa hak politik, hak ekonomi, hak pendidikan, hak budaya dan hak-hak lainnya.

Prosedur perundang-undangan adalah tatacara pembuatan, penyusunan, pengesahan dan perubahan sebuah undang-undang. Undang-undang yang dimaksud dapat berupa undang-undang dasar (konstitusi) itu sendiri maupun undang-undang di bawahnya.

Konstitusi kedua adalah konstitusi tidak tertulis atau biasa dikatakan sebagai sebuah konvensi. Konvensi adalah sebuah tatanan atau tata nilai yang diakui bersama dan dipatuhi. Menurut Edward M. Sait konvensi adalah aturan-aturan tingkah laku politik. Konvensi berisi tata nilai yang diambil dari kebiasaan yang terjadi maupun nilai-nilai yang tumbuh dan hidup dalam masyarakat.

Secara formal, konvensi tidak mempunyai kedudukan yang jelas. Namun konvensi mempunyai kekuatan yang besar, karena dapat berarti penentuan dukungan dalam pemilu. Siapa yang melanggar konvensi akan dipandang sebagai tidak patut untuk dipilih.

Konvensi, walaupun dikatakan konstitusi yang tidak tertulis, namun kenyataannya tetap mempunyai catatan-catatan atau dokumen-dokumen. Sebutlah konstitusi Inggris yang berupa konvensi, ternyata menginduk kepada magna Charta 1215, bill of rights 1689, Act of settlement 1701, parliament acts 1911 dan 1949 serta lain-lainnya.

Memahami hal tersebut, sangat berat Al-Quran dan As-Sunnah dapat dijadikan sebagai konstitusi tertulis. Pada Al-Quran dan As-Sunnah tidak ditemukan organisasi negara secara jelas. Bentuk Negara tidak tercantum secara jelas. Pembagian kekuasaan tidak tercantum secara jelas. Sistem pengangkatan kepala negara secara pasti pun tidak ada. Pada masa khulafaur rosyidin pun ditemukan bahwa kholifah diangkat dengan cara yang berbeda-beda.

Apabila mengkaji sejarah, ditemukan bahwa pada masa khulafaur rosyidin kedudukan Al-Quran dan As-Sunnah dalam bernegara adalah sebagai konvensi. Al-Quran dan As-Sunnah bukanlah konstitusi tertulis. A-Quran dan As-Sunnah adalah dokumen sakral yang tata nilainya (syari’ah) diakui dan diamalkan dalam bernegara.

Al-Quran dan As-Sunnah sebagai konvensi (konstitusi tak tertulis) dapat menjadi jalan tengah antara dua kubu politik muslim. Al-Quran dan As-Sunnah tidak secara formal menjadi naskah konstitusi, namun tata nilainya menjadi acuan dalam bernegara.

Apabila ini disepakati, maka tanggungjawab perjuangan adalah bagaimana membentuk masyarakat yang memahami, meyakini dan mengamalkan Al-Quran dan As-Sunnah. Tantangan adalah bagaimana menempatkan nilai-nilai syari’ah sebagai nilai-nilai universal yang diakui bersama dalam kehidupan social. Dengan hidupnya tata nilai syari’ah dalam masyarakat, maka secara tidak langsung siapa yang melakukan pelanggaran terhadap tata nilai ini akan dipandang tidak patut secara politik untuk memimpin negara.

Apabila ini disepakati, maka konsentrasi saat ini bukanlah pemilu dan pilkada namun pendidikan dan social budaya. Bagaimana mendidik warga Negara - mendidik anak bangsa - agar memahami, meyakini dan mengamalkan nilai-nilai syari’ah. Bagaimana melakukan sosialisasi nilai syari’ah sehingga menjadi nilai-nilai social.


Tidak ada komentar: