Ungkapan tahun baru Islam adalah ungkapan dikotomis. Dengan ungkapan tersebut ada tahun baru kafir atau musyrik. Bila tahun hijriyyah dikatakan tahun Islam, maka tahun yang lain adalah tahun kafir atau musyrik.
Ungkapan itu menjadi sesuatu yang berbahaya. Bila dikaitkan dengan keterangan bahwa siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk kaum itu, maka bisa jadi bangsa Indonesia dianggap kafir seluruhnya. Mengapa ? Seluruh bangsa Indonesia menggunakan tahun masehi.
Ini masalah besar, karena mayoritas bangsa Indonesia adalah muslim. Mayoritas bangsa Indonesia beragama Islam. Mereka mengakui Allah sebagai satu-satunya Tuhan dan Muhammad sebagai Rasulullah. Apakah syahadat mereka itu tidak cukup untuk menempatkan mereka di barisan kaum muslimin ?
Kita coba untuk merujuk pada sejarah. Tahun hijriyyah ternyata bukan tahun yang ditetapkan oleh Nabi Muhammad s.a.w. Orang kafir dan musyrik sebelum Nabi Muhammad s.a.w. diutus telah menggunakan sistem perhitungan tahun sebagaimana yang dipergunakan pada perhitungan tahun hijriyyah.
Nabi Muhammad pun tidak menetapkan tahun hijriyyah tersebut. Penetapan tahun hijriyyah dilakukan oleh khalifah ‘Umar bin Khaththab r.a. Setelah sebelumnya tahun dinamakan dengan peristiwa sejarah besar yang terjadi di tahun itu, Umar bin Khaththab r.a. menetapkan hijriyyah. Tahun satu ditetapkan berdasarkan sejarah besar Hijrah Nabi Muhammad s.a.w. dari Makkah ke Madinah.
Maka tidak ada bedanya dengan tahun lain – masehi katakanlah contohnya. Semua tahun itu tidak berasal dari Nabi Muhammad s.a.w. Baik tahun hijriyyah maupun masehi atau dengan nama lainnya dipergunakan beragam bangsa dan kebudayaan di seluruh penjuru dunia.
Yang berbeda dalam perhitungan tahun itu adalah parameternya. Hijriyyah menggunakan peredaran bulan mengelilingi bumi. Masehi menggunakan peredaran bumi mengelilingi matahari.
Bulan dan matahari keduanya disahkan oleh Allah dalam Al-Quran sebagai alat untuk melakukan perhitungan tahun.
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar danbulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan, supaya kalian mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.Q.S. Yunus (10) ayat 5,
Dengan demikian, baik itu tahun hijriyyah maupun tahun masehi, keduanya adalah tahun yang sesuai dengan ajaran Islam. Perbedaan keduanya hanya dalam penggunaannya saja.
Secara umum, tahun yang berdasarkan peredaran bulan (qomariyyah- hijriyyah) dipergunakan sebagai kalender spiritual dan magis. Umat Islam mempergunakan kalender hijriyyah sebagai kalender ‘ibadah. Puasa, hajji, ‘idul fithri, ‘idul ‘adha, zakat dll menggunakan kalender hijriyyah. Para tukang sihir pun mempergunakan sistem perhitungan ini untuk kepentingan magis. Di negara barat, manusia serigala dipengaruhi bulan purnama. Orang jawa mempergunakan kalender ini untuk ritual proses kedigjayaan.
Tahun yang berdasarkan peredaran matahari (syamsiyyah – masehi) pada masa lalu dapat dipergunakan untuk memperkirakan musim. Musim dipengaruhi oleh suhu, angin dan curah hujan. Suhu dan curah hujan dipengaruhi oleh pemanasaan matahari. Pada masa lalu, dengan kalender masehi (matahari) manusia dapat terbantu dalam melakukan perhitungan pertanian.
Dalam satu tahun matahari kadang-kadang lebih utara dari katulistiwa dan kadang kadang lebih selatan dari katulistiwa. Angin adalah udara yang bergerak dari yang rapat ke yang renggang. Udara lebih renggang di daerah yang lebih panas. Bila matahari di selatan katulistiwa, maka angin bertiup dari utara ke selatan. Bila matahari di utara katulistiwa, maka angin bertiup dari selatan ke utara. Angin bertiup membawa awan. Awan adalah uap-uap air yang berpengaruh terhadap curah hujan.
Pada saat ini, kondisi cuaca dan musim memang sudah sulit ditentukan melalui kalender matahari. Angin, awan, curah hujan dan musiam sudah berubah seiring dengan terjadinya efek rumah kaca dan pemanasan global. Selain itu, gelombang elektromagnet televisi, radio, telepon, satelit dan lainnya telah membuat perubahan posisi dan pergeseran awan.
Namun, selain musim tahun masehi (syamsiyyah – matahari) dapat dipergunakan sebagai alat perhitungan waktu shalat. Bukankah waktu shalat dihitung berdasarkan matahari ? Maghrib adalah saat matahari terbenam. Zhuhur adalah saat matahari tergelincir ke sebelah barat. 'Ashr adalah saat bayang-bayang lebih panjang dari benda aslinya. ‘Isya adalah saat hilangnya awan merah setelah terbenam matahari. Shubuh adalah saat terbit fajar. Semua sesuai dengan peredaran matahari.
Bila kita mempergunakan kalender hijriyyah (berdasarkan bulan), maka setiap tahun kita harus menghitung ulang waktu shalat. Bulan muharram tahun ini, tahun lalu dan tahun depan berada pada posisi bumi dan matahari yang berbeda. Demikian pula bulan-bulan lainnya di tahun hijriyyah.
Namun, bila kita menggunakan kalender masehi (berdasarkan matahari), maka kita tidak perlu menghitung ulang jadual waktu shalat setiap tahun. Januari tahun ini, tahun lalu dan tahun depan berada pada kondisi posisi bumi dan matahari yang sama. Demikian pula pada bulan lainnya di tahun masehi. Dengan demikian cukup satu kali dilakukan perhitungan dan selanjutnya bisa dipakai berulang dengan berulangnya tahun.
Bila itu kenyataannya, relevankah kita mempergunakan istilah tahun baru Islam ?
Saya pikir lebih relevan kita mempergunakan istilah tahun baru hijriyyah dan masehi saja. Atau mungkin kita bisa menggunakan istilah tahun qomariyyah (lunar) dantahun syamsiyyah (solar). Hijriyyah dihitung berdasarkan peredaran bulan. Masehi dihitung berdasarkan peredaran matahari. Keduanya – bulan dan matahari – adalah ciptaan Allah.
Bulan dan matahari adalah makhluk yang taat kepada Allah. Keduanya beredar pada jalurnya sesuai dengan yang ditetapkan Allah. Islam berarti taat,tunduk, patuh, pasrah kepada Allah. Bulan dan matahari taat kepada Allah. Bulan dan matahari Islam. Tahun hijriyyah (bulan) maupun tahun masehi (matahari) adalah tahun Islam.
Masalah kita sebenarnya bukanlah tahun baru Islam ataukah bukan. Masalah kita sebenarnya apakah kita ber-Islam ataukah tidak ? Apakah kita taat kepada Allah Sang pencipta alam semesta sebagaimana taatnya bulan dan matahari ataukah tidak ?
Wahai orang-orangyang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Dan bertaqwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Q.S. Al-Hasyr (59) ayat 18
Demi masa. Sesungguhnya seluruh manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh serta saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran. Q.S. Al’Asr (103) ayat 1-3
Wallohu a’lam bis sowab.
Ungkapan itu menjadi sesuatu yang berbahaya. Bila dikaitkan dengan keterangan bahwa siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk kaum itu, maka bisa jadi bangsa Indonesia dianggap kafir seluruhnya. Mengapa ? Seluruh bangsa Indonesia menggunakan tahun masehi.
Ini masalah besar, karena mayoritas bangsa Indonesia adalah muslim. Mayoritas bangsa Indonesia beragama Islam. Mereka mengakui Allah sebagai satu-satunya Tuhan dan Muhammad sebagai Rasulullah. Apakah syahadat mereka itu tidak cukup untuk menempatkan mereka di barisan kaum muslimin ?
Kita coba untuk merujuk pada sejarah. Tahun hijriyyah ternyata bukan tahun yang ditetapkan oleh Nabi Muhammad s.a.w. Orang kafir dan musyrik sebelum Nabi Muhammad s.a.w. diutus telah menggunakan sistem perhitungan tahun sebagaimana yang dipergunakan pada perhitungan tahun hijriyyah.
Nabi Muhammad pun tidak menetapkan tahun hijriyyah tersebut. Penetapan tahun hijriyyah dilakukan oleh khalifah ‘Umar bin Khaththab r.a. Setelah sebelumnya tahun dinamakan dengan peristiwa sejarah besar yang terjadi di tahun itu, Umar bin Khaththab r.a. menetapkan hijriyyah. Tahun satu ditetapkan berdasarkan sejarah besar Hijrah Nabi Muhammad s.a.w. dari Makkah ke Madinah.
Maka tidak ada bedanya dengan tahun lain – masehi katakanlah contohnya. Semua tahun itu tidak berasal dari Nabi Muhammad s.a.w. Baik tahun hijriyyah maupun masehi atau dengan nama lainnya dipergunakan beragam bangsa dan kebudayaan di seluruh penjuru dunia.
Yang berbeda dalam perhitungan tahun itu adalah parameternya. Hijriyyah menggunakan peredaran bulan mengelilingi bumi. Masehi menggunakan peredaran bumi mengelilingi matahari.
Bulan dan matahari keduanya disahkan oleh Allah dalam Al-Quran sebagai alat untuk melakukan perhitungan tahun.
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar danbulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan, supaya kalian mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.Q.S. Yunus (10) ayat 5,
Dengan demikian, baik itu tahun hijriyyah maupun tahun masehi, keduanya adalah tahun yang sesuai dengan ajaran Islam. Perbedaan keduanya hanya dalam penggunaannya saja.
Secara umum, tahun yang berdasarkan peredaran bulan (qomariyyah- hijriyyah) dipergunakan sebagai kalender spiritual dan magis. Umat Islam mempergunakan kalender hijriyyah sebagai kalender ‘ibadah. Puasa, hajji, ‘idul fithri, ‘idul ‘adha, zakat dll menggunakan kalender hijriyyah. Para tukang sihir pun mempergunakan sistem perhitungan ini untuk kepentingan magis. Di negara barat, manusia serigala dipengaruhi bulan purnama. Orang jawa mempergunakan kalender ini untuk ritual proses kedigjayaan.
Tahun yang berdasarkan peredaran matahari (syamsiyyah – masehi) pada masa lalu dapat dipergunakan untuk memperkirakan musim. Musim dipengaruhi oleh suhu, angin dan curah hujan. Suhu dan curah hujan dipengaruhi oleh pemanasaan matahari. Pada masa lalu, dengan kalender masehi (matahari) manusia dapat terbantu dalam melakukan perhitungan pertanian.
Dalam satu tahun matahari kadang-kadang lebih utara dari katulistiwa dan kadang kadang lebih selatan dari katulistiwa. Angin adalah udara yang bergerak dari yang rapat ke yang renggang. Udara lebih renggang di daerah yang lebih panas. Bila matahari di selatan katulistiwa, maka angin bertiup dari utara ke selatan. Bila matahari di utara katulistiwa, maka angin bertiup dari selatan ke utara. Angin bertiup membawa awan. Awan adalah uap-uap air yang berpengaruh terhadap curah hujan.
Pada saat ini, kondisi cuaca dan musim memang sudah sulit ditentukan melalui kalender matahari. Angin, awan, curah hujan dan musiam sudah berubah seiring dengan terjadinya efek rumah kaca dan pemanasan global. Selain itu, gelombang elektromagnet televisi, radio, telepon, satelit dan lainnya telah membuat perubahan posisi dan pergeseran awan.
Namun, selain musim tahun masehi (syamsiyyah – matahari) dapat dipergunakan sebagai alat perhitungan waktu shalat. Bukankah waktu shalat dihitung berdasarkan matahari ? Maghrib adalah saat matahari terbenam. Zhuhur adalah saat matahari tergelincir ke sebelah barat. 'Ashr adalah saat bayang-bayang lebih panjang dari benda aslinya. ‘Isya adalah saat hilangnya awan merah setelah terbenam matahari. Shubuh adalah saat terbit fajar. Semua sesuai dengan peredaran matahari.
Bila kita mempergunakan kalender hijriyyah (berdasarkan bulan), maka setiap tahun kita harus menghitung ulang waktu shalat. Bulan muharram tahun ini, tahun lalu dan tahun depan berada pada posisi bumi dan matahari yang berbeda. Demikian pula bulan-bulan lainnya di tahun hijriyyah.
Namun, bila kita menggunakan kalender masehi (berdasarkan matahari), maka kita tidak perlu menghitung ulang jadual waktu shalat setiap tahun. Januari tahun ini, tahun lalu dan tahun depan berada pada kondisi posisi bumi dan matahari yang sama. Demikian pula pada bulan lainnya di tahun masehi. Dengan demikian cukup satu kali dilakukan perhitungan dan selanjutnya bisa dipakai berulang dengan berulangnya tahun.
Bila itu kenyataannya, relevankah kita mempergunakan istilah tahun baru Islam ?
Saya pikir lebih relevan kita mempergunakan istilah tahun baru hijriyyah dan masehi saja. Atau mungkin kita bisa menggunakan istilah tahun qomariyyah (lunar) dantahun syamsiyyah (solar). Hijriyyah dihitung berdasarkan peredaran bulan. Masehi dihitung berdasarkan peredaran matahari. Keduanya – bulan dan matahari – adalah ciptaan Allah.
Bulan dan matahari adalah makhluk yang taat kepada Allah. Keduanya beredar pada jalurnya sesuai dengan yang ditetapkan Allah. Islam berarti taat,tunduk, patuh, pasrah kepada Allah. Bulan dan matahari taat kepada Allah. Bulan dan matahari Islam. Tahun hijriyyah (bulan) maupun tahun masehi (matahari) adalah tahun Islam.
Masalah kita sebenarnya bukanlah tahun baru Islam ataukah bukan. Masalah kita sebenarnya apakah kita ber-Islam ataukah tidak ? Apakah kita taat kepada Allah Sang pencipta alam semesta sebagaimana taatnya bulan dan matahari ataukah tidak ?
Wahai orang-orangyang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Dan bertaqwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Q.S. Al-Hasyr (59) ayat 18
Demi masa. Sesungguhnya seluruh manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh serta saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran. Q.S. Al’Asr (103) ayat 1-3
Wallohu a’lam bis sowab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar