Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un -Telah Wafat KH Sahal Mahfuzh Kajen Pati Jawa Tengah (Rois 'Aam PBNU dan Ketua Umum MUI- lahul fatihah

Kamis, 22 Agustus 2013

PASANG SURUT AFILIASI POLITIK DAN KEPEMIMPINAN INDONESIA


Tulisan ini lepas dari latar belakang perbincangan dan perdebatan tentang wacana, pandangan dan manuver politik. Tulisan ini mencoba mengungkap dari latar belakang afiliasi para presiden Indonesia.

Presiden pertama Indonesia – Bung Karno – berlatar belakang gerakan nasionalis. Beliau memimpin Partai Nasionali Indonesia (PNI). Dalam perjalanannnya PNI berpijak pada ideologi Marhaenis yang bisa dikatakan dilahirkan oleh Bung Karno sendiri. Ideologi ini lebih dekat kepada sosialis.
Selengkapnya...

Selasa, 20 Agustus 2013

BELAJAR DARI SEJARAH GENERASI SALAF

“Allah memberi petunjuk, “wahai orang-orang yang beriman perhatikanlah - ambillah pelajaran - dari masa lalu - dari sejarah, dari yang telah terjadi – untuk hari esok, untuk masa depan”
Kita mulai dari masa akhir kekhalifahan sayyidina 'Utsman bin 'Affan ra. Para demonstran bergerak mengepung rumah beliau. Dalam kondisi dikepung Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan tidak bersedia menggerakkan para sahabat nabi pendukungnya untuk menghadapi para demonstran. Beliau tidak ingin menjadi sebab perang saudara dan pertumpahan darah dengan sesama muslim. Beliau menanggung sendiri bebannya. Dan beliau pun terbunuh sendirian tanpa ada perang saudara dan pertumpahan darah.
Selengkapnya...

Rabu, 29 Mei 2013

KAJI ULANG : BISAKAH DO'IF SANAD SOHIH MATAN ?

Setelah mencoba mengkaji ulang "sohih sanad do'if matan", kita coba kaji ulang pula kebalikannya. Kebalikan yang dimaksud adalah "do'if sanad sohih matan". Apakah do'if sanad dan sohih sanad bisa terjadi ?
Selengkapnya...

Minggu, 24 Maret 2013

KAJI ULANG : BISAKAH SOHIH SANAD DO'IF MATAN ?

Sebagian dari kalangan umat Islam menggunakan teori atau konsep "Sohih sanad do'if matan". Hal itu dipergunakan untuk mengabaikan hadits-hadits yang secara sanad jelas sohihnya, tapi berbeda dengan pemahaman mereka terhadap Al-Quran. Karena isi (matan) hadits yang sohih sanadnya itu dipandang berbeda dengan pemahaman mereka terhadap ayat Al-Quran, maka hadits sohih sanad tersebut mereka abaikan, karena dipandang bertentangan dengan Al-Quran.

Cara pemahaman tersebut perlu dikaji ulang.

Pertama, bila dikatakan sohih sanad, maka bisa dipastikan secara sanad hadits tersebut diriwayatkan oleh orang-orang terpercaya, tidak pernah bohong dan hapalannya kuat, sehingga tidak salah dalam mengingat hadits serta secara sanad tersambung sampai ke Baginda Nabi Muhammad saw. Dengan demikian maka bisa dipastikan secara sanad bahwa hadits tersebut benar-benar dari Baginda Nabi Muhammad saw.

Dengan demikian, bila secara sanad bisa dipastikan berasal dari Baginda Nabi Muhammad saw, maka dengan mengatakan bahwa isi (matan) hadits tersebut bertentangan dengan Al-Quran, secara tidak langsung telah menuduh Baginda Nabi Muhammad saw salah dalam memahami Al-Quran. Secara tidak langsung telah menuduh Baginda Nabi Muhammad saw menentang Al-Quran. Artinya secara tidak langsung telah memfitnah Baginda Nabi Muhammad saw dengan sesuatu yang tidak pantas dan bertentangan dengan prinsip keimanan-yaitu apa yang disampaikan Baginda Nabi Muhammad saw adalah benar.

Bila kemudian berdalih bahwa kesalahan ada pada rowi, bukan Baginda Nabi Muhammad saw, maka harus dibuktikan siapa rowi yang salah meriwayatkan. Dan bila terbukti ada rowi yang salah meriwayatkan, maka otomatis gugur sohih sanadnya tidak perlu ada istilah sohih sanad do'if matan. Sedangkan bila tidak dapat membuktikan adanya rowi yang salah dalam meriwayatkan, maka dalih tersebut menjadi fitnah terhadap para rowi.

Dari sisi ini, dapat disimpulkan bahwa konsep atau teori sohih sanad do'if matan bisa menjadi sangat berbahaya, karena dapat menghancurkan prinsip iman tentang kebenaran Baginda Nabi Muhammad saw.

Kedua, masalah yang sebenarnya muncul adalah bukan hadist sohih sanad bertentangan dengan ayat Al-Quran, tapi pemahaman kita terhadap ayat Al-Quran bertentangan dengan hadits sohih. Karena itu, yang harusnya dikaji ulang adalah pemahaman kita terhadap ayat Al-Quran dan hadits, bukan mendo'ifkan matan hadist. Kita harus mengkaji ulang pemahaman kita, bukan menganggap hadits bertentangan dengan Al-Quran. Kita harus legowo bahwa pemahaman kita terhadap Al-Quran dalam hal itu adalah salah, karena pemahaman kita bertentangan dengan hadits.

Bagaimana kita mengkaji ulang ?

Kita coba tengok, kita cari, adakah pemahaman lain terhadap ayat Al-Quran selain pemahaman yang kita miliki atau kita yakini. Bila ada pemahaman ulama atau komunitas lain umat Islam terhadap ayat Al-Quran dan ternyata pemahaman itu tidak bertentangan dengan hadits sohih, maka pemahaman lain itu yang harusnya diterima, bukan pemahaman kita terhadap ayat Al-Quran yang bertentangan dengan hadits sohih.

Bila kaji ulang terhadap pemahaman kita yang dilakukan (bukan mendo'if matankan hadits sohih sanad), maka kita akan selamat dari kemungkinan penyelewengan aqidah yang berupa menuding Baginda Nabi Muhammad saw telah salah. Kita selamat dari memfitnah Baginda Nabi Muhammad saw telah menyalahi Al-Quran.

Berahti-hatilah wahai para saudaraku kaum muslimin.....
Selengkapnya...