Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un -Telah Wafat KH Sahal Mahfuzh Kajen Pati Jawa Tengah (Rois 'Aam PBNU dan Ketua Umum MUI- lahul fatihah

Kamis, 22 Agustus 2013

PASANG SURUT AFILIASI POLITIK DAN KEPEMIMPINAN INDONESIA


Tulisan ini lepas dari latar belakang perbincangan dan perdebatan tentang wacana, pandangan dan manuver politik. Tulisan ini mencoba mengungkap dari latar belakang afiliasi para presiden Indonesia.

Presiden pertama Indonesia – Bung Karno – berlatar belakang gerakan nasionalis. Beliau memimpin Partai Nasionali Indonesia (PNI). Dalam perjalanannnya PNI berpijak pada ideologi Marhaenis yang bisa dikatakan dilahirkan oleh Bung Karno sendiri. Ideologi ini lebih dekat kepada sosialis.

Dalam perjalanannya PNI berfusi dengan partai lain termasuk yang berasal dari gerakan keagamaan non muslim. Lahirlah partai baru yang bernama Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

Dalam perjalanannya PDI pecah. Kemudian muncullah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebagai pemenang dalam konflik internal PDI.

Presiden kedua Indonesia – Pak Harto – berlatar belakang militer. Beliau membangun basis politiknya dengan menyatukan antara militer dengan birokrasi negara. Beliau memimpin Golongan Karya (GOLKAR). Dalam perjalanannya GOLKAR lebih berpijak pada model militeristik dan pemerintahan Jawa. Ideologi yang berkembang dengan pembangunan yang menggunakan paradigma pertumbuhan ekonomi nampak cenderung lebih dekat kepada model kapitalis.

Presiden ketiga Indonesia – BJ Habibie – berlatar belakang teknokrat. Beliau masuk ke jajaran birokrasi negara dalam awal kariernya sebagai teknokrat yang direkrut untuk memperkuat pemerintahan Pak Harto. Secara politik, karier beliau lebih banyak berada di barisan GOLKAR bersama Pak Harto. Beliau menjadi presiden setelah sebelumnya menjadi wakil presiden mendampingi Pak Harto. Saat Pak Harto mengundurkan diri, BJ Habibie otomatis menggantikan menjabat presiden sampai terpilih presiden baru hasil pemilu yang dipercepat.

Karier BJ Habibie dalam gerakan dan kenegaraan adalah karier teknokrat. Beliau menjabat menteri riset dan teknologi. Beliau menjadi kepala dan direktur dalam industri strategis (teknologi) Indonesia.

Selain GOLKAR, BJ Habibie dalam kapasitas teknokratnya membangun basis lain, walau pun tidak lepas dari bayang-bayang politik GOLKAR, karena BJ Habibie adalah anggota GOLKAR. Basis lain itu adalah Ikatan Cendekiawan Muslim (ICMI). Dari sini BJ Habibie memiliki dua wajah latar belakang, yaitu teknokrat agamis.

Presiden keempat Indonesia – Gus Dur – berlatar belakang gerakan keagamaan Islam. Gus Dur berlatar belakang Nahdlatul Ulama (NU), sebuah gerakan keulamaan Islam. Gus Dur menjadi presiden melalui proses politik dengan kendaraan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). PKB adalah partai bentukan para ulama dengan membawa ideologi maqoshidusy syari’ah – negara dibangun dengan menegakkan maksud-maksud syari’ah Islam secara substansial.

Presiden kelima Indonesia – Mbak Mega – adalah putra biologis dan ideologis dari Bung Karno. Mbak Mega menjadi presiden melalui kendaraan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). PDIP merupakan kelanjutan dari PDI. PDI adalah fusi dari PNI dan partai lain, termasuk gerakan keagamaan non muslim. Secara ideologi lebih menonjol marhaenis yang cenderung dekat dengan sosialis.

Presiden keenam Indonesia – SBY – berlatar belakang militer. Bedanya dengan Pak Harto adalah latar belakang karier militernya. Pak Harto berlatar belakang pasukan tempur, sedang SBY lebih cenderung berada di balik meja.

SBY menjadi presiden melalui kendaraan Partai Demokrat. Melihat yang membentuknya, Partai Demokrat cenderung militeristik. Tapi melihat mereka yang bergabung di partai ini, maka Partai Demokrat cenderung tidak memiliki ideologi yang jelas.

Bila kita coba simpulkan dari latar belakang afiliasinya, maka fase keresidenan kita adalah :
  1. Fase marhaen I (PNI), yaitu saat presiden pertama - Bung Karno.
  2.  Fase militer I (GOLKAR), yaitu saat presdien kedua – Pak Harto
  3. Fase teknokrat (GOLKAR), yaitu saat presiden ketiga – BJ Habibie
  4. Fase islamis (PKB), yaitu saat presiden keempat – Gus Dur
  5. Fase marhaen II (PDIP), yaitu saat presiden kelima – Mbak Mega
  6. Fase militer II, yaitu saat presiden keenam – SBY

Bila ikut keramaian teman-teman Islamis tentang perjuangan Islam, maka dengan analisa dan kesimpulan tersebut, maka fase politik Islam memimpin Indonesia adalah fase Gus Dur. Penjatuhan Gus Dur adalah serangan dan penghancuran terhadap politik Islam. Penjatuhan Gus Dur adalah memindahkan kepemimpinan dari politik Islam ke politik marhaen, karena faktanya menjatuhkan Gus Dur dilanjutkan dengan mengangkat Mbak Mega sebagai presiden.

Namun kita melihat bahwa yang terkait dalam proses penjatuhan Gus Dur adalah termasuk mereka yang berasal dari gerakan keagamaan muslim pula, seperti PPP, PAN, PBB dan PK (sekarang PKS).  

Kajian lebih lanjutnya :
  1. Apakah kita bisa mengklaim Gus Dur sebagai satu-satunya wakil politik Islam ?
  2. Apakah kita bisa menuduh yang ikut menjatuhkan Gus Dur (termasuk PPP, PAN, PBB, PKS) sebagai pengkhianat politik Islam ?
  3. Faktanya Gus Dur berasal dari komunitas gerakan keagamaan Islam.
  4. Faktanya setelah Gus Dur jatuh, presiden dipegang oleh Mbak Mega yang berlatar belakang dari  komunitas gerakan marhaen.
  5. Faktanya tidak ada presiden Indonesia yang lain yang saat ini berasal dari gerakan keagamaan Islam.
  6. Faktanya semua Presiden Indonesia sampai saat ini adalah beragama Islam.

Mari kita berpikir jernih. Mari kita gunakan sejarah sebagai referensi untuk memahami masa kini. Semoga kita mendapatkan kearifan dan kebijaksanaan sehingga dapat mengambil langkah yang baik dan berkah untuk masa depan kita.

Bila dikatakan bahwa yang dilakukan Gus Dur saat menjadi presiden tidak Islamis, maka kita telah beralih dari kajian latar belakang afiliasi gerakan ke kajian wacana dan manuver politik. Kita akan bertemu dengan pendapat si A, si B, si C, kelompok D, kelompok E, dll. Siapa yang bisa mengklaim bahwa dialah yang benar-benar Islamis dan satu-satunya wakil islam ? Perbedaan pendapat terus ada, maka kita akan berpindah dari politik Islam kepada politik Islam sektarian (ashobiyyah). Islami itu menurut sekte, kelompok atau partai yang mana ? Jadi bukan lagi politik Islam, tapi politik sektarian (ashobiyyah) dalam politik Islam. Dan kajian wacana seperti itu bukan tema dari tulisan ini. Tema tulisan ini adalah latar belakang afiliasi gerakan dari para presiden Indonesia.

Tidak ada komentar: