Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un -Telah Wafat KH Sahal Mahfuzh Kajen Pati Jawa Tengah (Rois 'Aam PBNU dan Ketua Umum MUI- lahul fatihah

Rabu, 29 Mei 2013

KAJI ULANG : BISAKAH DO'IF SANAD SOHIH MATAN ?

Setelah mencoba mengkaji ulang "sohih sanad do'if matan", kita coba kaji ulang pula kebalikannya. Kebalikan yang dimaksud adalah "do'if sanad sohih matan". Apakah do'if sanad dan sohih sanad bisa terjadi ?

Sanad dinyatakan do'if apabila di antara yang meriwayatkannya ada orang yang dinilai cacat. Cacat yang dimaksud di antaranya adalah dikenal fasiq. Fasiq di sini salah satu indikatornya adalah diketahui pernah berbohong.

Berkaitan dengan sanad yang do'if itu petunjuk Al-Quran menyampaikan : "bila orang fasiq membawa kabar, maka klarifikasilah / periksalah / tabayyunlah (in ja akum fasiqun binaba in fatabayyanu / Q.S. Al-Hujurot : 6) Petunjuk Al-Quran ini menyampaikan kepada kita bahwa yang do'if sanad itu bisa salah dan bisa benar isinya. Bila pasti salah, tidak perlu ada perintah klarifikasi. Bila benar isinya maka disebut sohih matan.

Bila kita pergunakan akal sehat, akan ditemukan bahwa orang yang pernah atau suka berbohong tidaklah selalu berkata bohong. Contoh paling sederhana adalah diri kita sendiri. Pertanyaan apakah kita belum pernah berbohong sama sekali ? Saya yakin mayoritas kita akan menjawab bahwa saya pernah berbohong. Pertanyaan selanjutnya adalah apakah kita tidak pernah berkata benar sama sekali ? Saya yakin jawabnya adalah pernah, saya pernah berkata benar.

Dengan menggunakan ukuran diri kita sendiri dapatlah kita temukan bukti jelas bahwa orang ang pernah atau suka berbohong dia pernah pula berkata benar. Nah, dengan pandangan inilah maka hadits yang do'if sanad mempunyai kemungkinan sohih matan (benar isinya). Dengan demikian, SANGAT MUNGKIN TERJADI  "DO'IF SANAD SOHIH MATAN".

Dalam prakteknya yang dibutuhkan bagi hadits do'if sanad adalah pembuktian terhadap benar tidak isinya. Pembenaran dalam hemat penulis bisa berupa tiga hal. Pertama tidak bertentangan dengan prinsip syari'at. Kedua tidak bertentangan dengan akal sehat. Ketiga ada dalil lain yang membuktikan kebenarannya.

Salah satu contoh yang bisa kita ambil adalah hadits tentang "berpuasalah niscaya kamu sehat". Ada pendapat yang menyatakan bahwa hadits tersebut do'if sanadnya. Pertanyaannya apakah isinya salah ? kita semua tahu ada dalil berupa hasil penelitian ilmiyyah yang menemukan kebenaran isi hadits tersebut. Penelitian ilmiyyah membuktikan bahwa puasa bisa menjadi jalan / wasilah orang menjadi sehat. Denagn demikian bila pendapat yang menyatakan hadits ini do'if sanad diterima, maka status hadits ini do'if sanad sohih matan (riwayatnya lemah tapi isinya benar).

Kita dapat temukan pula model seperti ini dalam fatwa fiqh. Kalangan syafi'iyyah berfatwa bahwa siapa yang tanpa udur belum mengqodo puasa ramadhannya sampai datang ramadhan lagi, maka wajib bagi dirinya melaksanakan puasa ramadhan yang baru datang itu serta tetap wajib mengqodo yang belum dibayar itu disertai wajib pula mengeluarkan fidyahnya. Fatwa tersebut didasarkan pada hadits do'if yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh ra. Namun kalangan syafi'i tetap mengamalkan hadits tersebut walaupun do'if secara sanad karena memandang isi hadits tersebut benar. Isi hadits itu dipandang benar karena diperkuat dengan kesesuaiannya dengan fatwa enam orang sahabat nabi ra. Keenam sahabat itu adalah Abu Huraairoh r.a., 'Ali ra, Al-Husain bin 'Ali ra., Ibnu 'Abbas ra, Ibnu 'Umar ra. dan Jabir ra. Dengan demikian, fatwa ini menggunakan kaidah do'if sanad sohih matan.

Bila memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka do'if sanad sohih matan dapat dipertanggungjawabkan dan dapat diamalkan dalam kehidupan. Dan menjadi tidak benar ketika hadits do'if sanad diabaikan begitu saja tanpa melakukan tabayyun (klarifikasi) apakah isinya (matannya) benar (sohih) atau tidak.

Wallohu a'lam bis sowab.

2 komentar:

acehmetro mengatakan...

mantap postingannya

news lensa mengatakan...

saya suka dengan blog anda