Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un -Telah Wafat KH Sahal Mahfuzh Kajen Pati Jawa Tengah (Rois 'Aam PBNU dan Ketua Umum MUI- lahul fatihah

Rabu, 28 Oktober 2009

KEMBALI KE AL-QURAN DAN ASSUNNAH (SAJA) TERNYATA KESALAHAN ?

Saat Rosululloh Muhammad s.a.w. mengutus Sahabat Mu'az bin Jabal r.a. ke Yaman, terjadi sebuah dialog.

Rosulullah Muhammad s.a.w. : "Bagaimana engkau memberikan keputusan (hukum) ketika kepadamu dihadapkan suatu kejadian ?"

Sahabat Mu'az bin Jabal r.a. : "Aku memberikan keputusan dengan KITABULLOH (AL-QURAN)"

Rosululloh Muhammad s.a.w. : "Jika tidak kamu dapati di kitabulloh ?"

Sahabat Mu'az bin Jabal r.a. : "Dengan SUNNAH ROSULULLOH"

Rosululloh Muhammad s.a.w. : "Jika tidak kamu dapati di sunnah rosululloh ?"

Sahabat Mu'az bin Jabal r.a. : "Aku akan berIJTIHAD dengan pendapatku, dan aku TIDAK AKAN MEMPERSEMPIT ijtihadku"

Rosululloh Muhammad s.a.w. menepuk dada Mu'az bin Jabal r.a. seraya bersabda : "Alhamdu lillah (segala puji bagi Allah) yang memberikan taufiq kepada utusan Rosulullah terhadap sesuatu yang Rosulullah meridoinya"

Kisah tersebut diriwayatkan dalam hadits yang sangat dikenal, terutama di kalangan mereka yang mempelajari syari'ah Islam berikut metodologinya.

Dari kisah itu didapat tiga metode mengambil keputusan dalam syari'ah Islam, yaitu :
  1. Mencari di kitabulloh (Al-Quran)
  2. Mencari di sunnah Rosululloh
  3. Berijtihad (menggunakan pendapat sendiri)
Ketika orang hanya mencari di kitabulloh dan sunnah Rosululloh, maka ia telah menyalahi hadits ini. Dengan demikian, mengatakan sesuatu itu bid'ah atau salah atau sesat karena tidak ada dalam kitabulloh (Al-Quran) dan sunnah Rosululloh adalah sangat lemah dan tidak bisa dipergunakan.

Bila sesuatu tidak didapatkan di kitabulloh dan sunnah Rosululloh, tidak dapat diputuskan atau dihukumi salah, sesat atau bid'ah. Masih ada metode ketiga yang harus ditempuh, yaitu ijtihad.

Dalam koridor inilah dipergunakan berbagai metodologi yang sesuai dengan petunjuk Al-Quran dan As-Sunnah. Yang disepakati para ulama mujtahid adalah dipergunakannya ijma' dan qiyas. Di antara yang tidak disepakati adalah dipergunakannya istihsan, maslahah mursalah, istishhab, dan 'urf.

Lepas dari masalah mana car aijtihad yang disepakati dan tidak disepakati, perlu digarisbawahi benar bahwa dalam hadits di atas sahabat Mu'az bin Jabal r.a. mengatakan bahwa beliau TIDAK AKAN MEMPERSEMPIT IJTIHAD beliau. Dengan demikian, janganlah berijtihad secara sempit - jangan mudah menyatakan sesuatu itu salah, sesat atau bid'ah.

Mudah-mudahan tulisan ini dapat menjadi bahan untuk penelaahan lebih lanjut menjadikan kita semua arif dan bijaksana.



2 komentar:

neilhoja mengatakan...

Dari kisah itu didapat tiga metode mengambil keputusan dalam syari'ah Islam,
yaitu :

1. Mencari di kitabulloh (Al-Quran)
2. Mencari di sunnah Rosululloh
3. Berijtihad (menggunakan pendapat sendiri)


saya kurang sependapat dengan kesimpulan Anda, atau lebih tepatnya kesimpulan ini kurang lengkap. mungkin yang Anda maksud adalah, begini:

1. mencari di AlQuran,
2. bila di AlQuran tidak ditemukan, maka mencari di sunnah.
3. bila tidak ditemukan di dalam sunnah, maka berijtihad.

dengan begini, maka kesimpulan hadist ini seperti kesimpulan para ulama mazahib.

namun, bila yang anda maksud, harus ketiga2nya.. akan menghasilkan kalimat seperti yang Anda tuliskan selanjutnya:

Ketika orang hanya mencari di kitabulloh dan sunnah Rosululloh, maka ia
telah menyalahi hadits ini.


intinya, maksud saya adalah... tidak benar dikatakan bahwa bila kita hanya mencari di Al-Quran atau sunnah saja adalah salah. karena,... bila memang sudah ditemukan di dalam al-Quran, kenapa harus berijtihad dengan akal?

terkait penggunaan ijtihad, qiyas, masolih mursalah dsb.. adalah setelah tidak ditemukannya sumber nash yang ada di Al-Quran ataupun sunnah.. jangan malah dibalik.. :)

pergunakan tata urutan yang sudah dicontohkan muadz tersebut dengan baik.

syukron wa afwan.

MUHAMMAD YAJID KALAM mengatakan...

Intinya saya sependapat. Kita berbeda cara menuliskannya. Anda mungkin perlu membaca dan memahami tulisan secara lengkap, bukan sepotong-sepotong.

Mungkin anda menginginkan dituliskan dengan lengkap sebagaimana dilafaz haditsnya, namun menurut saya cukup dengan memahami penomoran sebagai tata urutan dikaitkan dengan hadits yang saya cantumkan sebelumnya.

Yang saya maksud dengan ungkapan

"Ketika orang hanya mencari di kitabulloh dan sunnah Rosululloh, maka ia
telah menyalahi hadits ini."

pemahamannya harus dilengkapi sebagaimana dijelaskan pada kalimat-kalimat setelahnya. Di antaranya :

"Bila sesuatu tidak didapatkan di kitabulloh dan sunnah Rosululloh, tidak dapat diputuskan atau dihukumi salah, sesat atau bid'ah. Masih ada metode ketiga yang harus ditempuh, yaitu ijtihad."

Dengan pemahaman seperti itu, tulisan ini tidak menunjukkan adanya pembalikan urutan.

Terima kasih