Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un -Telah Wafat KH Sahal Mahfuzh Kajen Pati Jawa Tengah (Rois 'Aam PBNU dan Ketua Umum MUI- lahul fatihah

Sabtu, 10 Januari 2009

KAPITALISASI vs SPIRITUALISASI

Perjuangan dan pergerakan umat Islam selalu diwarnai oleh dua kubu yang tidak sepakat. Kubu pertama adalah penegak syari’ah berbentuk formalisasi syari’ah dalam undang-undang atau konstitusi. Kedua adalah penegak syari’ah dalam sebuah kuultur kehidupan.

Sepanjang sejarah pergumulan umat Islam, kedua kubu ini sebenarnya dapat saling melengkapi. Namun, pada senyatanya sampai saat ini kedua kubu tidak akur dan cenderung tidak bersahabat. Kondisi ini ironis, karena sebenarnya mempunyai tujuan yang sama, yaitu tegaknya syari’ah.

Mengapa itu terjadi ?

Formalisasi Islam dalam bentuk negara Islam atau undang-undang syari’ah versus kulturalisasi Islam, menurut penulis, saat ini hanya wacana yang cenderung jadi topeng saja. Senyatanya yang terjadi adalah kapitalisasi versus spiritualisasi menurut istilah penulis.

Apabila ditelisik ke dalam, kelompok-kelompok pergerakan Islam hari ini sebetulnya sedang berebut kapital. Gerakan politik hanya merupakan alat untuk merebut penguasaan terhadap kapital. Dukungan terhadap partai dan kandidat dalam pemilu, baik oleh perorangan, organisasi keagamaan maupun tokoh keagamaan, cenderung lebih didominasi oleh pertimbangan kapital. Dukungan dikonversi dengan nilai kapital tertentu sebagai kompensasinya.

Pergerakan yang jadi potret dakwah sekali pun, hari ini diukur dengan kapital. Sudah bukan rahasia kalau sebagian para da’i akrab dengan tawar-menawar harga untuk tampil sebagai penceramah. Film, sinetron, lagu religius diukur oleh pasar yang artinya nilai kapital untuk para produser dan pelakunya. Bahkan masjid sekali pun, hari ini lebih cenderung mulai diarahkan menjadi pasar. Lihatlah konsentrasi pemberdayaan masjid adalah pemberdayaan ekonomi, bahkan sebagian masjid telah merubah pelataran, teras dan pintu masuknya menjadi pasar, menjadi toko, menjadi warung. Padahal dua hal itu diminta Rosululloh Muhammad s.a.w. untuk dipisahkan.

Kemajuan dan keterbelakangan umat diukur dari penguasaan ekonomi. Umat dipandang terbelakang karena miskin secara ekonomi. Salah ? Tidak, namun bila itu parameter utamanya, maka artinya parameternya adalah kapital.

Pesantren, madrasah bahkan TKA/TPA sudah mulai berubah menjadi perusahaan. Sadar atau tidak sadar, pesantren yang dianggap maju dan baik adalah pesantren yang berhasil membangun ekonominya, berhasil membangun perusahaan di pesantren, yang gedung-gedungnya mentereng. Nilai-nilai spiritual - aspek ketaqwaan - dari para kiai dan ustadz –nya sudah mulai tergeser.

Itulah kenyataan. Artinya, sekarang ini adalah era kapital. Umat Islam bukan sedang melakukan politisasi atau kulturalisasi Islam, namun sedang melakukan kapitalisasi Islam. Politiknya pun politik kapital.

Namun, masih ada segelintir yang berbeda. Mereka cenderung hari ini tersisihkan dari hingar bingarnya dunia. Mereka yang melakukan spiritualisasi Islam. Mereka membangun Islam sebagai nilai-nilai spiritual yang kemudian menjadi nafas dalam gerak kehidupan. Ukuran maju dan mundur bagi mereka bukan kapital, namun akhlaq. Mereka mencoba untuk memegang teguh sabda Rosululloh Muhammad s.a.w. “innama bu’itstu liutammima makarimal akhlaq (Sungguh Aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia)”.

Bila Islam itu sebuah agama atau diin dalam bahasa Arab, maka perlu diperhatikan dan ditelaah apa sebenarnya Islam yang dibawa oleh Rosululloh Muhammad .s.a.w. Rasulullah SAW. pernah ditanya oleh seorang laki-laki, “ya Rasullullah,apakah agama itu?” Rasulullah SAW. Bersabda, “Akhlak yang baik.” Kemudian ia mendatangi Nabi SAW. dari sebelah kanannya dan bertanya, “Ya Rasulullah, apakah agama itu?” Dia bersabda, “akhlak yang baik.” Kemudian ia mendatangi Nabi SAW. dari sebelah kirinya,”apakah agama itu?” Beliau bersabda,”akhlak yang baik.” Kemudian ia mendatanginya dari belakang dan bertanya, “apakah agama itu?” Rasulullah SAW. menoleh kepadanya dan bersabda,”belum jugakah kau mengerti? Agama itu akhlak yang baik. Sebagai misal, janganlah engkau marah”.

Kelompok yang sedang memilki trend berkembang membesar adalah kelompok golput. Kelompok golput adalah kelompok abu-abu. Sebagian kelompok golput diwarnai kapitalisasi. Alasan golput didominasi lebih baik kerja daripada nyoblos atau nyoblos atau tidak nyoblos sama saja tidak akan merubah ekonomiku.

Sebagian lain kelompok golput diwarnai spiritualisasi. Mereka melihat tidak ada pilihan, semua kandidat cenderung menawarkan kapitalisasi. Semua tidak menunjukkan akhlaqul karimah, kampanyenya saja cenderung akal-akalan dan mengakali peraturan – cenderung melihat peraturan dari teksnya bukan dari spiritnya. Mengakali teks mengabaikan spirit.

Siapa yang masuk surga ? Orang miskin atau orang kaya ? Penguasa atau rakyat jelata ? Jelas, yang masuk surga yang beriman dan beramal shaleh, tidak peduli apa ia miskin atau kaya, tidak peduli apa ia pejabat negara atau rakyat jelata.

Wallohu a’lam


Selengkapnya...